Home » , , , , , » KULTUR JANGAN SAMPAI LUNTUR ,,!!

KULTUR JANGAN SAMPAI LUNTUR ,,!!

Written By kediaman Putro Nugroho on Minggu, 10 Maret 2013 | 04.13


   Religius, mungkin adalah kata-kata yang tidak berlebihan bila ditujukan pada masyarakat Madura yang notabene adalah penganut agama yang ta'at menjalankan ajaran agama Islam ala ahlu sunnah wal jama'ah sebagimana yang telah dibawa oleh Wali Songo ke tanah Jawa beberapa abad yang lalu, religiusme masyarakat Madura dapat juga kita lihat dari keseharian serta kultur masyarakatnya; pertama, mayoritas rumah-rumah masyarakat Madura pasti mempunyai musholla (langger, mdr) tempat mereka beribadah dan bermunajat kepada Allah SWT. bahkan bila mereka mempunyai satu lahan tanah yang akan dibuat rumah, maka sebelum rumah itu dibangun mereka terlebih dahulu membangun langgarnya, hal ini menampakkan bahwa mereka lebih suka mementingkan urusan ukhrowi dari pada urusan duniawi atau dengan kata lain mereka lebih suka mempunyai tempat beribadah daripada tinggal dirumah yang megah tapi tidak mempunyai tempat ibadah.
   Kedua, selain dikenal dengan masyarakat yang agamis Madura juga dikenal dengan salah satu kota santri yang dibuktikan dengan banyaknya pondok pesantren serta madrasah diniyah taklimiyah yang jumlahnya melebihi seribu madrasah diniyah untuk kabupaten Bangkalan saja belum tiga kabupaten yang lain yakni Sampang, Pamekasan, dan Sumenep yang jumlahnya tidak kalah banyak. hal ini berdasarkan data dari kemenag tahun 2012. sehingga masyarakat Madura beranggapan bahwa pendidikan yang paling penting adalah Pondok Pesantren, "sepenting monduk"  yang penting mondok, itulah kata masyarakat Madura, bukan hanya pesantren di Madura saja yang sesak dengan santri-santri Madura tapi juga setiap pesantren besar di pulau jawa pasti terdapat santri dari Madura. begitulah masyarakat Madura yang menjadikan pendidikan agama sebagai kebutuhan primier dan pendidikan formal sebagai kebutuhan sekunder.
   ketiga, kalo kita bicara masjid yang ada di Madura rasanya disetiap pelosok desa dari empat kabupaten pasti mempunyai masjid megah yang merupakah hasil swadaya masyarakat setempat dan setiap ada peringatan isra' mi'raj ataupun hari-hari besar Islam yang lain, di masjid-masjid tersebut diadakan pengajian untuk membangun dan mengukuhkan keimanan mereka,  bahkan kalo bicara masalah pengajian, maka masyarakat Madura merupakan masyarakat yang selalu mengadakan pengajian tidak hanya menunggu hari-hari besar Islam tapi juga setiap mengadakan acara seperti pernikahan dan acara-acara lain kebanyakan diisi dengan pengajian.
   kiranya beberapa hal diatas cukup membuktikan bahwa kultur masyarakt Madura adalah masyarakat yang religius serta agamis walupun masih banyak sekali untuk menggambarkan kereligiusan dan keagamisan masyarakat Madura seperti kebiasaan menghormati para kiyai serta tokoh masyarakat yang mana budaya menghormati para tokoh ini sangat kuat merasuk disetiap jiwa masyarakat Madura sehingga siapapun orangnya baik itu orang yang alim, guru, pedagang, bahkan para jawara (blater, mdr) bila sudah berhadapan dengan seorang kiyai, maka akan sangat tawadduk dan sungkan.
   Seiring dengan era globalisai serta selesainya pembangunan jembatan suramadu membuat akses ke Madura sangat mudah sehingga juga memudahkan masuknya budaya serta kultur asing ke Madura, hal ini nampaknya telah membuat sebagian masyarakat dan remaja Madura mulai melupakan nilai-nilai luhur serta kultur yang selama ini menjadi ciri has masyarakatnya sehingga pesatnya perkembangan teknologi dan informasi yang tidak didampingi dengan tranformasi iman dan taqwa kearah yang lebih baik telah menyebabkan sebagian remaja Madura kehilangan jati dirinya.
   Diantara beberapa temuan yang cukup memprihatinkan saat ini adalah kebiasan remaja untuk ngapel pada lawan jenis yang bukan mahromnya dengan berbagai alasan seperti hanya untuk sekedar belajar bersama ataupun dengan dalih silaturrahim. Mereka para pemuda Madura telah terbiasa melakukan yang namanya ngapel padahal semua itu tetap tidak dapat dibenarkan dan sangat jauh dari tuntunan agama serta bukanlah merupakan adat istiadat masyarakat Madura pada umumya, parahnya kebiasaan ngapel tersebut nampaknya mendapat lampu hijau dari orang tua mereka sehingnga anak-anak mereka melakukan hal tersebut tanpa beban bahkan ada anggapan bahwa hal tersebut mendapat legalitas dalam agama, sungguh kesalahan interpretasi yang memprihatinkan.
   hal yang tidak kalah memprihatinkan adalah kebiasan melakukan kencan atau mungkin juga pacaran, padahal didalam al-Qur'an telah dijelaskan “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, ” (QS An-Nur: 30-31). sebenarnya kalo bicara masalah pacaran hal tersebut memang bukanlah hal tabu (bukan berarti halal) bagi remaja Madura namun ironisnya bila pacaran atau kencan tersebut dilakukan bukannya ditempat hiburan ataupun rekreasi tapi malah dilakukan pada sa'at acara pengajian bahkan ada yang pergi ke makam atau haul para auliya' bukannya untuk mendoa'kan para auliya' tapi justru hanya ingin bertemu dengan kekasihnya, sungguh degradasi moral yang sangat disayangkan apalagi bila hal tersebut dilakukan oleh masyarakat pedesaan yang notabene adalah seorang santri.
   Begitulah nampaknya moral dan kultur bangsa ini telah tergilas dengan kemajuan teknologi teperti adanya Hand Phone dengan konten jejaring sosialnya lewat internet yang sangat populer yaitu Facebook dan semacamnya nampaknya telah mempengaruhi sebagian besar kultur remaja Madura sehingga walupun meraka awalnya tidak melukan pertemuan disuatu tempat tapi mereka dengan leluasa ngobrol dan melakukan perjanjian untuk melakukan pertemuan yang tentunya semua itu lebih banyak mengarah pada kemaksiatan dan zina, Allah SWT berfirman;  “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan jalan yang buruk. (QS Al-Isra’ :32).  seharusnya kemajuan teknologi dan informasi saat ini dapat kita jadikan sebagai sarana dan media untuk belajar dan berdakwah bukannya malah tergilas oleh teknologi sehingga berdampak pada ekses yang salah seperti kebanyakan remaja saat ini.
   Dalam Islam sama sekali tidak menganal istilah pacaran, melainkan ta'aruf yaitu acara untuk melihat lawan jenis yang akan dinikahi yang mana hal itupun harus didampingi oleh mahrom alias tidak boleh berduaan saja, disinlah pentingya pendidikan yang berbasis agama untuk membentengi aqidah dan keimanan remaja kita, agar tidak semakin terjerumus dan terseret kedalam budaya-budaya kafir karena minimnya pengetahuan agama yang mereka miliki, terutama peran orang tua sangat dibutuhkan sebagai pengawas dan pembimbing seharusnya bisa menegaskan ajaran agama kepada putra putrinya, bukannya malah memberi lampu hijau dan membiarkan mereka malakukan hubungan tanpa ikatan pernikahan yang sudah jelas diharamkan, karena bila hal ini terus dibiarkan, maka kultur Madura yang sarat dengan religiusme lambat laun akan pupus dan destinasi pergaulan remaja akan mengarah pada pergaulan bebas yang konotasinya adalah free sex dan sebagainya. na'udzubillahi min dzalik. semoga Allah SWT menjaga kita dari kedurhakaan tersebut. amin.  
  * Zainal arifin*
Cover Majalah ASCHOL PPSMCH

Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Putro nugroho. Diberdayakan oleh Blogger.
 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Kediaman Putro Nugroho - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger